top of page

Cocok Tanam di Udara, Inovasi Kekinian Urban Farming

  • juragantaniantihoa
  • Mar 25, 2023
  • 2 min read


Untuk mengatasi berkurangnya lahan terbuka hijau di area perkotaan, muncul konsep pertanian baru yang dikenal dengan istilah urban farming atau pertanian perkotaan.


Urban farming bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di daerah perkotaan. Di Indonesia metode pertanian perkotaan ini menjamur sejak merebaknya Covid-19. Merujuk studi Survei MarkPlus pada tahun 2020, 92,7 persen masyarakat Jakarta melakukan kegiatan urban farming dan akan terus melanjutkannya meski pandemi telah terkendali.


Ada beberapa metode yang selama ini sudah jamak dikenal dalam konsep urban farming. Seperti aquaponik, hidroponik, vertikultur dan wall gardening.


Yang terbaru dari konsep urban farming adalah aeroponik, yang artinya sistem bercocok tanam di udara tanpa menggunakan tanah. Dengan kata lain, akar tanaman dibiarkan tumbuh menggantung tanpa media tanah, pada tempat yang telah dijaga kelembapannya.


Baca juga:

Meski umumnya mudah untuk dikembangkan, metode aeroponik membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi. Kelembapan udara harus dijaga, kehangatan dan sistem pengkabutan untuk menutrisi tanaman juga perlu dipantau.


Metode aeroponik ini di antaranya dipraktekkan oleh Muhammad Rozan Miqdad, mahasiswa Teknik Elektro, Universitas Pertamina bersama dua rekannya, Muladi Jordan dan Muhammad Akram Saputra.


Inovasi aeroponik dari Tim Ariculture (Rozan, Muladi dan Akram) itu sukses menyabet juara 1 dalam PT PLN Innovation and Competition Engineering (ICE) 2022.

"Kami memanfaatkan teknologi Internet of Things atau IoT yang terintegrasi dengan perkebunan untuk memudahkan pelaku aeroponik memantau pertumbuhan tanamannya,” ujar Rozan.

Berkat kemenangan dalam ajang lomba itu, mereka bertiga mendapatkan pendanaan pengembangan proyek IoT aeroponik dengan total nilai mencapai Rp 50 juta.

"Kami membangun rumah cerdas pengembangan pertanian aeroponik, berlokasi di Garut. Rumah cerdas itu dilengkapi teknologi penunjang pertanian seperti sensor kelembapan, sensor cahaya dan sensor pH yang terintegrasi dengan Internet melalui ponsel pintar, sebagai alat pengaturnya. Sehingga pelaku aeroponik bisa memantau tanaman dari jauh," ungkap Rozan menerangkan.

Manfaat dan Tantangan Urban Farming dengan Sistem Aeroponik


Menurut NASA (National Aeronautics and Space Administration), pertaniaan perkotaan yang memanfaatkan sistem aeroponik dapat mengurangi penggunaan air hingga 98 persen, penggunaan pupuk hingga 60 persen dan penggunaan pestisida 100 persen.


Aeroponik juga terbukti memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan metode budidaya konvensional terutama dari aspek produktifitas. Beberapa penelitian mengungkapkan aeroponik mampu memproduksi hasil 2,5 kali lipat lebih tinggi daripada menggunakan teknik konvensional. Sebuah penelitian menunjukkan produktivitas berat selada aeroponik bisa mencapai 20 ton per hektar, lebih tinggi daripada selada hasil pertanian konvensional yang hanya mampu mendapatkan 10 ton per hektar.


Namun yang betul-betul harus diperhatikan, sistem aeroponik membutuhkan pemantauan dan kontrol yang sangat detil dan rutin untuk mengurangi tingkat kegagalan.


Dosen pembimbing Tim Ariculture, Teuku Muhammad Roffi menjelaskan pengembangan IoT aeroponik didasarkan pada teknik precision farming.


“Pertanian yang presisi menempatkan cahaya, air, suhu dan kelembapan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sehingga dibutuhkan teknologi alat elektronika dan IoT untuk memaksimalkan kecermatan dan meningkatkan hasil panen,” ungkap Roffi.

Comments


bottom of page