top of page

Migor Bekatul, Inovasi Petani Banyuwangi Ciptakan Minyak Goreng

  • juragantaniantihoa
  • Sep 2, 2023
  • 2 min read

Bekatul seringkali hanya dianggap sebagai sisa penggilingan padi yang tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Biasanya bekatul digunakan sebagai pakan ternak atau dicampurkan ke dalam pupuk untuk lahan pertanian.


Namun siapa menyangka, bekatul ternyata juga dapat diolah menjadi produk baru bernilai ekonomi tinggi. Sekelompok petani di Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru berhasil mengubah pandangan ini dengan mengembangkan inovasi teknologi minyak goreng dari bekatul.


Inovasi ini dimulai sejak satu tahun yang lalu ketika Desa Kalibaru Wetan kedatangan tim pengabdian masyarakat dari Universitas PGRI Banyuwangi yang memberikan pelatihan kepada petani di sana. Awalnya, mereka hanya mampu memproduksi minyak bekatul dalam jumlah kecil. Namun, saat ini mereka telah memperoleh mesin pengolah bekatul generasi kedua dengan kapasitas yang jauh lebih besar.


Petani menerima mesin ini bersamaan dengan pelatihan tentang cara mengoperasikannya. Mereka sekarang telah dapat menggunakan mesin ini seiring dengan masa panen padi, sehingga proses penggilingan dan produksi minyak bekatul bisa dilakukan dengan lebih efisien.


Ketua Tim Pengabdian Masyarakat Uniba, Megandhi Gusti Wardhana mengatakan bahwa inovasi ini diluncurkan melalui program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat petani di Desa Kalibaru Wetan.


Inovasi ini ternyata memberikan bantuan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat petani di Kalibaru di tengah kelangkaan minyak goreng beberapa waktu yang lalu. Petani berharap terus mengembangkan produksi minyak bekatul agar bisa memenuhi kebutuhan sejumlah desa di Kecamatan Kalibaru.


Megandhi menjelaskan bahwa proses pembuatan minyak bekatul tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan pada mesin minyak goreng bekatul generasi pertama, yang lebih kecil kapasitas produksinya. Perbedaannya terletak pada kapasitas produksi yang lebih besar pada mesin generasi kedua.


Awalnya, bahan bekatul halus dimasukkan ke dalam mesin extruder presisi tinggi generasi kedua. Di dalam mesin ini, bahan tersebut akan mengalami proses press sambil terus diputar selama 20 menit, menghasilkan minyak bekatul. Minyak akan mengalir keluar melalui lubang output, sedangkan padatan secara otomatis akan terpisah.


Dari 1 kg bekatul halus, petani dapat memperoleh sekitar 200-500 mililiter minyak bekatul dengan harga jual Rp 10 ribu per liter. Hal ini menggantikan penjualan bekatul yang sebelumnya hanya dihargai sekitar Rp 500-1.000 per kilogramnya.


Teknologi ini, ujar Megandhi, telah meningkatkan nilai jual bekatul yang sebelumnya kurang diminati menjadi lebih bernilai ekonomis.


Sebagai informasi, Banyuwangi dikenal sebagai lumbung padi nasional dengan surplus beras yang besar setiap tahunnya. Namun potensi ekonomis bekatul belum dimanfaatkan secara maksimal.


Inovasi ini diharapkan bisa memberikan alternatif baru dalam pilihan minyak goreng selain minyak kelapa sawit, serta membuka peluang bisnis baru yang mendukung pertanian di Banyuwangi.

Comments


bottom of page